Selasa, 07 Maret 2017

Review Film Jagal

Hai... salam sineas, kali ini Indonesia Doeloe akan membahas film Jagal atau the act of killing. Film ini sangat menarik karena si sutradara Joshua Oppenheimer membuat rekonstruksi peristiwa berdarah yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1965 yaitu penumpasan PKI atau yang lebih sering di kenal sebagai Partai Komunis Indonesia. Film ini adalah propaganda pembunuhan yang terjadi saat pemerintahan orde baru 1965-1966, Jagal tidak hanya semata-mata tentang sejarah kekerasan massal tetapi juga memaparkan apa yang di tutupi oleh pemerintah Indonesia.

Film ini juga meraih beberapa penghargaan dari festival film seperti best documentary national society film critics (2013), best film sight & sound critics poll (2013), dan masih banyak lagi. Tak hanya filmnya, sang sutradara Joshua Oppenheimer juga ikut ambil alih beberapa penghargaan individu.



Nah, kali ini kita akan bahas lebih dalam lagi kisah di balik film Jagal. Berikut ini adalah pernyataan sang sutradara di balik pembuatan film tersebut :

Pada Februari 2004, saya memfilmkan mantan pemimpin pasukan pembunuh yang memeragakan bagaimana, dalam waktu kurang dari tiga bulan, dia dan teman-teman sesama pembunuh membantai 10.500 orang yang dituduh sebagai komunis di suatu tempat terbuka di tepi sebuah sungai di Sumatera Utara. Saya telah mengembangkan sebuah metode pembuatan film yang saya jadikan alat untuk memahami mengapa kekerasan ekstrem, yang kita harapkan menjadi tak terbayangkan, tidak hanya terus terbayangkan tapi juga secara rutin dipergelarkan. Saya telah mencoba memahami kekosongan moral yang memungkinkan para pelaku genosida dirayakan oleh televisi publik dengan penuh sorak sorai dan senyum.
Sebagian penonton mungkin menginginkan sebuah resolusi di akhir film, sebuah perjuangan menuntut keadilan yang berhasil menciptakan perubahan pada perimbangan kekuasaan, mendorong terbentuknya peradilan HAM, restitusi, dan permintaan maaf resmi. Satu film, sendirian, tidak dapat menciptakan perubahan itu, walaupun begitu, harapan tersebut adalah inspirasi bagi kami, sebagaimana kami terus berusaha menyoroti babak tergelap dalam kisah manusia, baik lokal maupun global, dan mengekspresikan akibat nyata dari kebodohan, ketakhirauan, dan ketidakmampuan mengendalikan keserahakan dan dahaga untuk berkuasa di dalam masyarakat dunia yang semakin menyatu. Ini, pada akhirnya, bukan kisah tentang Indonesia belaka. Ini adalah kisah tentang semua orang di dunia. “



Pada jaman Orde Baru berkuasa hingga runtuhnya pada tahun 1998, negara mengontrol apa yang dapat di dengar dan di tonton rakyat, salah satunya melalui media film. Jagal (Joshua Oppenheimer, 2012), juga dikenal sebagai The Act of Killing, Film ini memaparkan apa yang di tutupi selama ini oleh pemerintahan Indonesia dan film ini mengajak kita untuk menziarahi ingatan pembantaian. Film dokumenter ini di buat dengan penuturan cerita yang menarik menurut saya, karena mengambil sudut pandang para pelaku pembunuhan dan mereka di ajak membuat film mereka sendiri yang menceritakan pengalaman mereka tentang sejarah kekerasan ini dengan durasi yang lumayan lama yaitu sekitar 2 jam 39 menit.


Adegan-adegan dalam Jagal, menurut saya, memiliki pesan yang sangat kuat. Kita dihadapkan dengan dua gambaran yang saling bertabrakan satu dengan yang lainnya. Terdapat dua kutub realitas yang bertolak belakang satu dengan yang lainnya, tetapi berjalan sebagai satu totalitas. Gambaran-gambaran ini, bagi saya, mempunyai pesan yang sangat jelas: paradoks. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paradoks berarti pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran. Paradoks menjadi cara film ini dalam upayanya mengusik kenyataan yang selama ini dianggap sebagai kebenaran. Kategori tunggal pelaku/korban, tindakan membunuh/dibunuh, keadilan/kejahatan, semuanya didudukan kembali guna diperiksa lebih lanjut.




Satu lagi aspek film ini yang kiranya perlu saya sampaikan di sini adalah bagaimana distribusi film dilakukan. Apabila di luar Indonesia pemutaran dilakukan secara terbuka, mengundang penonton secara luas, bahkan memenangkan berbagai penghargaan film, kondisi ini berbanding terbalik di Indonesia. Saya kebetulan juga pernah menghadiri pemutaran film Jagal di ITS (Institut Teknologi Sepuluh november) pada tahun 2013, waktu itu pemutaran film Jagal berlangsung tertutup tidak ada publikasi yang dilakukan oleh panitia. Mereka hanya menghubungi komunitas-komunitas film di Surabaya melalui sosial media untuk hadir ke pemutaran tersebut secara internal.

Admin resmi Jagal di twitter (@Anonymous_TAoK) secara tegas menyampaikan film ini dapat diperoleh dengan gratis dengan syarat acara pemutaran dilakukan dengan mengundang sebanyak mungkin penonton. Harapannya, agar pemutaran film ini dilakukan secara bersama-sama, sehingga memungkinkan terjadinya diskusi. Mereka menggunakan jejaring media sosial, facebook dan twitter, guna menyebarluaskan informasi tentang pemutaran film ini yang berlangsung di berbagai daerah di Indonesia.

Eittsss, jangan khawatir sekarang film ini sudah dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas. Kalian tinggal akses langsung ke website resmi film Jagal http://jagalfilm.com  atau kalian bisa langsung searching di youtube. Gimana tertarik dengan film ini ?


Bag081



12 komentar: